Cerita Bunda

Kenapa Saya (Mau) Menjadi Ibu Rumah Tangga?

Mungkin teman-teman masih ingat, tentang seorang wanita yang berprofesi sebagai Direktur Utama Pertamina yang bergaji 200 juta, dan rela mengundurkan diri dari pekerjaannya karena panggilan anaknya yang menulis ‘I need you, Mom’. Saya juga ingat lagi ketika teman facebook saya, Mbak Isnaini menulis tentang ini di statusnya. Tapi alih-alih saya ingin Mbak Isna menulis ini di blognya, beliau malah membalikkannya ke saya huhu 😛
Oke baiklah, jadi apa alasan saya ingin menjadi ibu rumah tangga, mengurus anak (saja), dan tidak bekerja di luar rumah?

https://pixabay.com/id/ibu-graffiti-seni-1403724/

Sebenarnya sudah saya tulis di postingan Balada Ibu Rumah Tangga. Selain karena saya memang memiliki impian menjadi ibu rumah tangga seperti ibu saya, ini memang amanah suami supaya saya tidak bekerja di luar rumah. Sebenarnya sampai sini sudah selesai urusannya ya. Hehe karena amanah suami memang harus dilaksanakan kan ya? 🙂 Tapi saya juga punya poin lain yang membuat saya tetap menjadi ibu rumah tangga. 

Disclaimer: ini hanyalah cerita saya, pengalaman saya, dan apa yang saya rasakan. Jadi pandangan yang sangat subjektif. Saya tidak akan melayani perdebatan tentang mana yang lebih baik dari ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Semua sudah menjadi pilihan masing-masing. Mari saling menghargai 🙂

Saya tidak ingin ada orang lain di rumah

Sejak kecil saya tidak terbiasa memakai pembantu rumah tangga. Ibu saya menyelesaikan semuanya sendiri. Hal inilah yang membuat saya akhirnya juga tidak ingin ada orang lain setelah saya menikah. Biarlah cukup saya kerjakan semuanya sendiri. Toh, suami masih berlapang hati untuk selalu membantu saya dalam urusan rumah tangga bahkan anak. 
Begitu pun terkait soal anak. Lebih-lebih lagi saya tidak ingin anak saya dipegang orang lain. Diasuh, diurus, oleh orang lain yang bukan siapa-siapanya. Tapi kan ibu bekerja nggak 24 jam, titipkan saja. Lagian kan, pulang kerja masih bisa ketemu. Masih bisa ngurus anak. Ya, memang. Tapi saya ingin saya yang turun tangan sendiri mengurus segala keperluan suami dan anak saya 🙂

Saya tetap bisa melakukan hobi dari rumah

Katanya, bekerjalah sesuai passion. Alhamdulillah, jadi ibu rumah tangga tidak membuat saya kehilangan passion. Saya masih tetap bisa membaca, saya masih tetap bisa menulis dan ngeblog. 
Bagi saya, yang terpenting adalah saya tetap bisa melakukan passion dengan tetap mengurus suami dan anak.
Iya sih, ibu bekerja di luar rumah juga tidak 24 jam, tapi saya merasa tidak cukup mampu untuk bekerja di luar rumah dari pagi sampai sore. Yang saat pulang kerja, masih harus disibukkan dengan urusan anak, suami dan rumah tangga. Dengan situasi yang seperti itu. Saya sendiri tidak yakin apakah saya masih bisa bergelut dengan passion saya atau tidak.

Apa saya tidak ingin punya penghasilan?

Siapa yang tidak ingin punya penghasilan? Sudah tentu sekali saya ingin. Apalagi dulu saya bekerja dan menerima penghasilan rutin setiap bulannya. Setiap kali menerima gaji, hati saya sumringah. Kadang, muncul rasa ingin seperti dulu lagi. Bebas keluar rumah juga mendapat gaji. Tapi ya itu tadi, saya merasa tidak cukup mampu untuk mengerjakan dua hal sekaligus.

Dan lagi, suami sudah cukup bertanggung jawab. Maka sebenarnya tidak ada yang perlu saya khawatirkan. Toh passion saya juga Alhamdulillah bisa menghasilkan walau tidak seberapa. Dan itu tidak mengharuskan saya untuk keluar rumah.

Bohong kalau saya tidak lelah

Kalau dikatakan seorang ibu tidak ada liburnya, itu memang benar! Maka bohong kalau saya bilang tidak lelah. Lelah? Itu pasti. Merasa bosan? Ya. Apalagi semenjak jadi ibu rumah tangga, saya jarang sekali keluar rumah kalau memang tidak ada keperluan yang berarti. 
Ingin rasanya seperti saat single dulu yang bangun tidur hanya memikirkan diri sendiri dan bebas kemana saja. Tapi kalau hidup terus mengeluh, mau sampai kapan akan bahagia? 🙂

Toh masih banyak yang bisa saya syukuri. Saya dianugerahi suami yang bertanggunng jawab dan bisa menjadi sahabat serta tempat curhat saya setiap harinya. Saya dititipkan seorang anak yang begitu sehat, lucu, dan sempurna seluruh tubuhnya. Ya, maka nikmat mana lagi yang harus saya dustakan?

Baca: Emir Sakit dan MPASI Pertama Emir

Intinya, inilah pilihan saya sekarang. Saya bahagia menjadi ibu rumah tangga. Saya bahagia bisa melihat anak dan suami setiap harinya. Saya bahagia bisa mengurus mereka dengan tangan saya sendiri.

Jadi buat semua ibu, semua kembali pada pilihan masing-masing. Menjadi ibu rumah tangga, atau pun menjadi ibu pekerja di luar rumah, sama saja. Semua tetaplah seorang ibu. Seorang wanita yang terbaik untuk suami dan anak-anaknya. Dan yang paling penting, kita mampu bertanggung jawab dengan pilihan kita 🙂

18 thoughts on “Kenapa Saya (Mau) Menjadi Ibu Rumah Tangga?

  1. kalau saya, memang gak suka kerja kantoran atau apapun yang terjadwal ketat 😛 tetep asyik walaupun ada di rumah

  2. Saya juga bersyukur krn keadaan memposisikan diri sy sebagai irt. Suami pun juga bapak rumah tangga. Hehehe (kami buka usaha di rmh bersama. Mencari uang dr rmh) kadang suka sedih menfengar beberapa sahabat yg curhat bahwa mereka ingin menjadi irt tp kehidupan mengharuskan mereka mencari uang. Sdh gitu masih disindir kanan kiri nanti anaknya begini nanti anaknya begitu… padahal mereka kerja bukan karena mau… tp karena harus…yah Allah pasti memberikan yg terbaik utk hambanya ya… meski cara dan jalannya beda2?

  3. Kadang ya pas lagi lelah, anak-anak usrek terus, kadang rewel nggak diem, aku jadi mikir, andai anak-anakku diasuh oleh pengasuh, mungkinkah mereka akan bisa sabar menghadapi mereka yang bukan anak kandungnya. Kadang ibunya sendiri saja ada rasa mangkel, kadang juga nyeplos marahin anak dsb, bagaimana dgn mereka? Mungkin pas ada kita, mereka terlihat baik. Bagaimana jika tidak?

    Nah, inilah yang paling kupikirkan disamping ada alasan-alasan lain kenapa aku pribadi lebih merelakan karir di luar rumah.

    Betul bingit, bahwa jadi IRT nggak membuat kita kehilangan passion. Ya, meski bagi emak erte, mjd produktif bkn hal mudah. Aku pribadi bersyukur banget ketemu teman2 blogger yang mayoritas emak erte. 😀

  4. Nah betul banget. Bisa ga orang lain sabar 'menghadapi' anak kita. Kita marah wajar karena orang tuanya ya. Tapi kok kalo orang lain sampe ga sabar trus marahin kita kok kayak ga rela gitu ya 😀

    Alhamdulillah walaupun harus kejar-kejaran sama ngurus rumah dan anak, tetep bisa ngelakuin passion ya Mbak 🙂

  5. Beberapa teman memilih resign, beberapa juga ada yang masih bertahan. Setuju, itu pilihan masing-masing ya mba. Tinggal saya yang lagi dilema KKN kadang mikir enak di rumah eh pas lagi bedrest malah kepikiran enak di kantor lebih rame.. soalnya masih berdua hehe.

  6. Gitu ya? Kalau saya kok rasanya belum ikhlas jd IRT ya? Masih sering kepikiran "harusnya sy bs lebih dr ini". *malahcurhat ��
    Tfs ya Del, jd inget bersyukur.

  7. pengen suatu saat bisa di rumah.. tapi ttp bisa ngeblog he2..

    tapi..itulah ibu bekerja bukan ga sayang anak..atau tegaan… ada banyak pertimbangan.. setiap keluarga punya urusan intern..

  8. Semua ibu bekerja ya mba, baik ibu di rumah atau di kantor 🙂
    Semangat terus utk semua ibu ^^
    Saya mau anak2 dipegang dan dekat dgn org tua nya, apalagi ibu..terjun langsung dan memang ngga sampai hati mba, aku ngga bisa dan akhirnya memutuskan resign..

  9. Ibu rumah tangga meskipun semua kebutuhannya tercukupi, memang sebaiknya tetap punya passion. Apalagi kalo anak-anak udah berangkat remaja seperti anakku. Tanpa passion, bakal jadi emak bingung deh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.